(KN). Pernahkah anda berobat
kerumah sakit swasta penerima pasien Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)? Sambil memegang kartu BPJS atau
Askes( Asuransi Kesehatan)? Pasti banyak yang anda alami dan ingin di
ceritakan. Dari sekian banyak pengalaman tersebut, beberapa di antaranya adalah
mengenai standar pelayanan yang di miliki pasien berdasarkan kartu, dengan
sarana dan prasarana yang di sediakan rumah sakit. Misalkan anda pemegang kartu
BPJS/Askes kelas I(satu) ketika berobat kerumah sakit swasta penerima pasien
BPJS( dengan baliho besar di depan) di tempatkan di kelas III(tiga), tidak ada
sedikit pun prosedur administrasi yang di beritahu kepada pasien kecuali
surat-surat yang terkait dengan penggunaan kartu BPJS atau Askes, jika ada itu
pasti terkait dengan operasi baik kecil maupun besar.
Jika berlaku sebaliknya, misalnya
pasien pemegang kartu kelas I hendak berpindah kekelas Very Important
Personal(VIP), yang satu garis di atas kelas I, maka pasien akan di sodori
lembar pernyataan yang berisi ketententuan-ketentuan aneh yang harus di tanda
tangani keluarga pasien. Untuk rumah sakit sekelas SH, yang berada di jalan
Sisingamagaraja Kota Kisaran, isi pernyataan-pernyataan itu terbilang aneh,
misalkan 1. Bahwa saya meminta pasien di rawat/ditangani oleh dokter
..(dikosongkan) dst. 2. Bahwa saya bersedia membayar seluruh biaya yang
melebihi batas ketentuan yang di tanggung oleh asuransi yang menjamin biaya
perawatan pasien yakni( di kosongkan) lalu di isi oleh pihak admin dengan kalimat selisih biaya rawatan. 3.
Tidak memiliki asuransi apa pun dan bersedia membayar keseluruhan biaya rawatan
secara umum sampai akhir rawatan. 4. Bersedia di tempatkan di kelas III karena
RS tidak memiliki kelas II 5. Bersedia
di tempatkan di kelas III, karena...(dikosongkan) lalu di akhiri dengan
kalimat...demikianlah surat pernyataan
ini saya buat dengan sebenar-benarnya, dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan
dari pihak mana pun jua. Yang paling
lucu, pihak admin Rs SH sudah tahu besaran rupiah yang harus di bayarkan (
dengan menyebut kisaran dana yang harus di siapkan keluarga pasien) padahal pasiennya belum
menjalani perawatan sampai sembuh.
Bila kita perhatikan, poin-poin
yang ada dalam surat pernyataan tersebut, jelas setiap pernyataan berbeda satu
sama lain. Dan memiliki potensi untuk memanfaatkan kelengahan keluarga pasien
terkait situasi dan kondisi yang di alami sehingga berada pada posisi “tawar”
yang lemah, khususnya dalam pelunasan biaya rumah sakit. Indikasi ini jelas
terlihat pada salah satu surat pernyataan yang di teken oleh keluarga pasien
pada tanggal 27 April 2015, oleh admin RS SH, tanggalnya di ubah menjadi 23
April 2015, sehari setelah perpindahan dari kelas III ke kamar VIP. Untuk
menyesuaikan dengan waktu mulai perawatan pasien.
Andai saja tulisan baliho besar
yang berada di depan rumah sakit SH, jadi patokan. Maka dapat di pastikan poin
4 dan 5 pada pernyataan yang di teken keluarga pasien akan lenyap seketika.
Artinya pihak RS menganjurkan/rekomendasikan pasien untuk pindah ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas sesuai dengan kartu BPJS yang di gunakan. Pada situasi
ini, pasien tidak akan merasa “terjebak”.
Lalu bagaimana dengan keberadaan surat
pernyataan ini, menurut BM Sinaga, pegawai BPJS yang berkantor di Jalan
jenderal Ahmad Yani( kompleks ruko Terminal) Kisaran, klausul surat
pernyataanseharusnya tidak ada(12/06/2015). Ini terkait dengan tidak adanya
perbedaan perlakuan dalam hal klaim pembayaran perobatan pasien antara rumah sakit pemerintah dan rumah sakit
swasta, jelas BM Sinaga di ruangan kantornya kepada KN sekitar pukul 11.30 WIB.
Lalu kenapa perbedaan perlakukan ini terjadi? Bagaimana BPJS menjelaskan hal
ini?
Hajar bang admin
ReplyDelete