Friday, May 29, 2015

BALON BUPATI ASAHAN ANTI SOSMED?

(KN)Pernah dengar awal keterbukaan di Cina? Ketika Cina menerapkan pemerintahan “tangan besi”, semua media baik cetak dan elektronik di kontrol oleh pemerintah. Berita-berita yang bersifat merugikan citra pemerintah di hambat untuk keluar saat kejadian. Paling setelah sebulan atau dua bulan kemudian baru di lepas ke publik dan jadi berita basi! Istilah jaman orde baru “stop press”, ada yang masih ingat? Ketika terjadi banjir bandang di salah satu daerah di Cina saat itu, berita keluar setelah sebulan kejadian, data pemerintah ribuan orang tewas. Saat kejadian yang sama terulang lagi, ada pihak yang membocorkan ke publik. Pemerintah kebakaran jenggot dan cepat merespon, data terakhir yang di keluarkan, korban hanya puluhan saja! Begitulah pentingnya informasi, semakin cepat informasi tiba di tangan publik, semakin cepat publik memutuskan untuk bersikap! Setelah itu semakin cepat pula pemerintah merasa penting untuk merespon atau mengabaikannya.
Masih segar ingatan kita, saat aktivis Jopi Peranginangin yang tewas di kafe Venue Kemang(23/05), Jakarta Selatan. Rekan-rekan beliau segera berkoordinasi di Kisaran. Bahkan lewat Twitter @Kisaran News, terus mengawal dengan rekan-rekan beliau sesama aktivis di Jakarta, dimana pada saat itu pihak kepolisian terlihat sangat hati-hati.  Karena pelaku masih terkait dengan salah satu institiusi ABRI. Dan ternyata, aksi gila nitizen dengan hastag #RIPJopi menjadi treding topik yang secara tak langsung memberi presure  terhadap POLRI, akhirnya pada minggu(24/05), kita semua mendapatkan inisial pelaku dan istitusinya!
Gambaran diatas menunjukkan betapa pentingnya, informasi yang ter “update”. Kasus pertama membuktikan informasi yang cepat ternyata mampu meminimalkan korban jiwa. Sedangkan kasus kedua, informasi ternyata bisa memberikan energi bagi badan atau lembaga untuk bekerja lebih cepat dari yang seharusnya. Lalu informasi yang bagaimana yang saat ini memiliki kategori paling uptodate ? Jawabannya kita sudah semua paham(yang melek teknologi), yaitu twitter! Baru berikutnya facebook dan seterusnya. Keduanya merupakan informasi dua arah, yang peranannya telah menggantikan posisi berita, baik cetak dan elektronik. Inilah yang kemudian kita kenal dengan istilah sosial media(socmed).
Individu-individu yang berniat lurus untuk membangun peradaban, yang di dasari oleh ide dan program yang jelas, pasti memerlukan saluran untuk memberitahu ide dan programnya agar publik mengetahui. Di era socmed seperti sekarang, menggunakan baliho atau sepanduk dengan ruang yang sangat terbatas, menjadikan kemasan ide yang ingin di sampaikan menjadi sangat kuno! Artinya ide dan program hanya di arahkan pada kalangan awam yang merekam lewat visual saja. Untuk kalangan yang lebih meletakkan pada terobosan-terobosan baru, spesifik, jelas dan akurat, lewat media jadul itu pasti tak akan pernah sampai seratus persen.

Oleh karena persoalan diatas, iseng-iseng @KisaranNews mencoba mencari para balon bupati Asahan yang berjuang untuk merebut orang nomor satu untuk periode 2015-2020 di twitter, ternyata sampai  jumat(30/05) belum ada satu akun resmi yang berani menunjukkan; ini akun resmi balon bupati Asahan! Padahal kita tahu, pilkada serentak yang telah di canangkan, tinggal enam bulan lagi! Pertanyaan kita sekarang, apakah para balon bupati Asahan ini punya visi dan misi untuk membangun Asahan? Atau sekedar untuk memiliki kekuasaan dan menumpuk kekayaan? Entahlah. Yang jelas dengan ketiadaan akun para balon ini di twitter dan facebook, menunjukkan mereka tak berani menjual ide dan programnya, yang paling parah, mereka tak siap untuk mendapatkan tanggapan langsung dari masyarakat! Khususnya masyarakat terdidik dan melek teknologi. Lalu pantaskah kita menggantungkan harapan pada mereka? Sementara mereka terkesan “menyembunyikan” diri? Mari kita tunggu balon-balon yang tidak anti social media.

Saturday, May 23, 2015

IN MEMORIAN : JOPI PERANGINANGIN



(KN) Waktu itu sekitar jam empat sore. Ada sekitar delapan orang anak esema kelas satu lagi asyik bermain di jam sekolah. Mereka bermain di rumah salah seorang diantara yang berdelapan, di kelurahan Gambir baru. Ada yang asyik nonton film VHS, Hell Bond nya Chuck Norris ada yang main Dam sambil belajar merokok dan sesekali terbatuk-batuk.  Setelah batangan rokok mendekati filter yang berwarna coklat, putung rokok itu pun melayang melewati jendela, jatuh di halaman samping.
Kelakuan seperti ini, hampir tiap bulan setelah sebulan masuk di kelas satu. Ketika itu ada kebijakan sekolah yang mengharuskan setiap siswa harus membayar uang sekolah sebelum tanggal sepuluh tiap bulannya. Jika lewat, yang belum bayar akan di pulangkan oleh wakil bidang kesiswaan. Jadi dengan kesepakatan para lelaki di kelas satu lapan yang masuk siang, mereka akan bayar uang sekolah setiap tanggal tiga belas. Artinya ada dua hari mereka akan di pulangkan di awal jam pelajaran, sekitar jam setengah dua siang. Lewat menejemen nakal, mereka menyusun kelender rumah siapa saja yang di kunjungi setiap bulannya.  Pas bulan itu, rumah yang di kunjungi oleh “brandal” satu lapan ini, rumah Jopi Teguh Lesmana Peranginangin.

images.jpeg
Belum satu jam menikmati film, tiba-tiba saja hidungku mencium sesuatu yang terbakar. Mata ku memutar pandangan keseluruh ruangan tamu rumah yang berdinding papan sederhana. Tak ada satu pun percikan api, kecuali asap yang mengepul dari luar jendela. Teman yang lain lagi asyik dengan kartunya sambil berteriak-teriak. Gak masuk akal, tapi begitulah efek kartu yang mereka pegang!
 Aku masih penasaran dengan asap yang mengepul dari luar rumah. Dengan santai aku mencoba melihat lewat jendela. Alangkah kagetnya, saat terlihat  sebuah tilam yang sedang di jemur di samping dalam keadaan terbakar perlahan di bagian tengah, yang sudah berlobang sepelukan orang dewasa. Dengan sedikit nakal ku dekati Syahril, yang sekarang jadi juragan ayam potong di pajak. Untuk kabur dengan pura-pura beli rokok ketengan ke kedai. Soalnya yang dari tadi hanya menonton video vhs hanya kami berdua, yang enam lagi asyik dengan kartu domino.
“ woi, kami carik rokok dulu.”
“ Kompil jangan lupa sebungkus.” Teriak Maskut
“  ok.”
Gak lama kemudian kami telah menjauhi rumah Jopi dengan mengendarai sepeda MTB, berboncengan menuju rumah ku, selanjutnya Syahril pulang sendiri dengan sepedanya menuju rumah. Dalam hati pasti besok ada yang ribut di sekolah, siapa itu? Bisa di tebakkan ?
Dugaan ku tak meleset. Sebelum apel siang masuk sekolah, Jopi datang sambil memaki-maki! Ia bilang kami semua kurang ajar. Pulang diam-diam sementara tilam tetangganya terbakar akibat puntung rokok! Kami semua terkekeh-kekeh sambil menepuk bahunya untuk minta maaf.
“ Iya, mamak ku yang mengganti rugi.” Ucapnya agak merendah, begitu bel apel berkumandang.
Kejadian itu, terjadi di medio tahun 1991, saat itu kami berada di kelas satu delapan SMAN 2 Kisaran Kabupaten Asahan. Mungkin itu juga menjadi titi balik Jopi, teman kami itu, menjadi seorang aktivis dan memulainya dari Universitas Tadulako, yang tak terbayang sebelumnya untuk di jadikan almamater selanjutnya. Ia agak berbeda dari kami kebanyakan yang memilih USU dan IKIP Medan untuk tahapan pendidikan selanjutnya.
Di tiga tahun kebelakangan, Jopi(@Redjopi , di twitter) yang telah menjadi aktivis Masyarakat Adat di Jakarta dan telah menjelajahi sudut-sudut Indonesia, masih menyempatkan diri untuk ngumpul tiap lebaran kedua di kota Kisaran. Biasanya kami begadang sampai subuh sambil ngarol ngidul.

Sayang, mulai lebaran 2015 ini kesempatan ngumpul di lebaran kedua di cafe fahri seperti tidak akan lengkap lagi. Jopi, teman kami itu telah pergi ke pangkuan Tuhan oleh sekelompok pengecut di Cafe Venue Kemang, Jakarta Selatan. Jam 04 Pagi, Sabtu 23 Mei 2015! Dua bulan sebelum lebaran, Selamat jalan kawan.......(M.Ali Hasyimi)