Friday, October 30, 2015

Dana Sertifikasi Batal Cair, Kenapa?

(31/10)Baru-baru ini puluhan guru swasta yg telah sertifikasi merasa terzolimi karena dana sertifikasi yg di harapkan cair ternyata gagal. Padahal  mereka telah menyelesaikan berkas yang di minta oleh pengawas. Sebagai syarat untuk melakukan pencairan.
Menurut salah seorang guru berinisial N , alasan pembatalan pencairan karena perbedaan mata pelajaran yg diampu dengan sertifikat yg di peroleh.
" manalah kami tahu tentang itu. Dulu kami di panggil sertifikasi dengan mata pelajaran sejarah. Sekarang untuk tingkat SLTP harus IPS terpadu." Dari penelusaran KN ada banyak guru sertifikasi mengalami hal tersebut. Diantaranya guru-guru di lingkungan kementerian Agama.
Selain itu guru-guru yg batal mendapatkan dan sertifikasi ini mempertanyakan fungsi dari pengawas yang selama ini menjadi pedoman mereka. Kenapa pemberitahuan ini di peroleh setelah pemberkasan? Bagaimana bapak ibu pengawas? Apakah anda telah bekerja sesuai tupoksi?

BENARKAH BPJS KESEHATAN PENJAMIN KESEHATAN WARGA?

Pernah dengar kata “penjamin”? menurut pandangan awam, penjamin adalah orang  yang menjaminkan dirinya untuk kepentingan orang lain atau orang yang di jamin. Dengan bahasa lain, penjamin adalah orang yang menanggung atau menyediakan kebutuhan. Jika penjamin merupakan badan usaha, maka sudah sewajarnya badan usaha tersebut yang menjamin! 
Untuk kesehatan masyarakat Indonesia, Negara telah memberikan wewenang  untuk menjamin kesehatan masyarakat kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS) Kesehatan di mana pun ia berada. Bahkan menurut peraturan pemerintah warga negara asing pun di jamin kesehatannya jika telah membayar iuran dan tinggal di Indonesia sekurang-kurangnya enam bulan.
Pada Bab 1, pasal 1 ketentuan umum Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2013, bahkan di tegaskan ; Jaminan  Kesehatan  adalah  jaminan  berupa perlindungan  kesehatan  agar  peserta  memperoleh manfaat  pemeliharaan  kesehatan  dan  perlindungan  dalam  memenuhi  kebutuhan  dasar  kesehatan    yang  diberikan  kepada  setiap  orang  yang  telah  membayar  iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pada pasal 2  di jelaskan tugas BPJS Kesehatan; Badan  Penyelenggara  Jaminan  Sosial  Kesehatan  yang selanjutnya  disingkat  BPJS  Kesehatan  adalah  badan hukum  yang  dibentuk  untuk  menyelenggarakan  program Jaminan Kesehatan. Lalu sejauh mana wewenang BPJS Kesehatan untuk menjamin Penerima Jaminan kesehatan terhadap badan yang menyelenggarkan fasilitas kesehatan?
Mari kita perhatikan kasus berikut, Seorang Pria dengan inisial K berumur 63 Tahun penerima pensiun dari Isteri PNS golongan IV yang telah meninggal dunia, mengalami sakit yang amat sangat menjelang subuh dan memerlukan tindakan medis secepatnya. Ia dibawa kerumah sakit swasta penerima Pasien BPJS dan masuk lewat Instalasi Gawat Darurat(IGD). Menerut dokter di unit IGD pasien K harus memerlukan tindakan operasi. Saat beliau di tanyakan masalah pembiayaan oleh RS tersebut, ia mengatakan sebagai pemegang kartu Askes. Tanpa basa-basi pihak RS mengatakan tindakan operasi tidak bisa di laksanakan dan harus melewati prosedur, yaitu harus memiliki surat rujukan dari Faskes tingkat pertama(saat subuh?). Pihak RS memberi alternatip, tindakan operasi dapat di laksanakan jika pasien K berstatus pasien umum. Karena sakit yang sudah tidak tertahankan tersebut, pasien K menerima tawaran alternatip dari pihak RS, seminggu kemudian dinyatakan sembuh dengan membayar biaya perobatan yang cukup besar yang di tanggulangi keluarga beliau secara gotong royong.


Dari kasus di atas, pertanyaannya adalah, dimana arti Penjamin Kesehatan yang melekat pada BPJS kesehatan? Toh dengan alasan prosedur dan adimistrasi pasien yang masuk lewat IGD sekalipun tidak bisa di jamin untuk mendapatkan tindakan medis? Bahkan ketika persoalan biaya yang besar ini di pertanyakan pada BPJS setempat, hal tersebut tidak bisa di tindak lanjuti karena pasien K berstatus umum.
Ini sangat berbeda ketika para pemegang kartu Askes(PNS) dan Jamsostek( Pekerja Non PNS) bisa mengklaim biaya perobatan dengan menunjukkan kwitansi biaya yang telah di bayar, walau pada akhirnya hanya setengah atau bahkan sepertiga dari biaya tersebut yang cair.
Apa yang terjadi pada kasus di atas menunjukkan dengan jelas, sebenarnya BPJS tidak bisa menjamin pemegang kartu BPJS mendapatkan perawatan kesehatan pada faskes yang besar-besar menulis menerima pasien BPJS? Kenapa demikian?
Pada ketentuan umum Pelayanan Kesehatan, poin kesepuluh dinyatakan :  Status  kepesertaan pasien harus  dipastikan sejak awal  masuk  Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).    Bila pasien berkeinginan menjadi peserta JKN dapat diberi  kesempatan  untuk  melakukan pendaftaran dan pembayaran  iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas  peserta JKN selambat-lambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari).   Jika sampai waktu yang telah  ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum. Pada poin ini jelas pasien di beri waktu 3 x 24 jam untuk menunjukkan kartu BPJS yang di milikinya.
Selanjutnya terkait –prosedur pada poin lima di jelaskan;  Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan  kesehatan tingkat pertama,  Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.  Pernyataan menggelitik, jika masuk lewat IGD apakah termasuk keadaan gawat darurat?

Lalu bagaimana dengan kasus K? Ternyata setelah menelusuri PMK No. 28 Tentang Pedoman Pelaksanaan JKN, tidak satu poin pun yang terkait dengan sanksi dan hukuman bagi Faskes yang menolak Pasien BPJS. Yang ada hanya pemutusan hubungan kerja antara BPJS dan Faskes setelah dilakukan monitoring dan evaluasi!  Yang membutuhkan waktu cukup lama.  Kalau begitu masih pantaskan BPJS Kesehatan sebagai pejamin kesehatan warga? Adakah peluang klaim perorangan? ( M. Ali Hasyimi)