Saturday, May 23, 2015

IN MEMORIAN : JOPI PERANGINANGIN



(KN) Waktu itu sekitar jam empat sore. Ada sekitar delapan orang anak esema kelas satu lagi asyik bermain di jam sekolah. Mereka bermain di rumah salah seorang diantara yang berdelapan, di kelurahan Gambir baru. Ada yang asyik nonton film VHS, Hell Bond nya Chuck Norris ada yang main Dam sambil belajar merokok dan sesekali terbatuk-batuk.  Setelah batangan rokok mendekati filter yang berwarna coklat, putung rokok itu pun melayang melewati jendela, jatuh di halaman samping.
Kelakuan seperti ini, hampir tiap bulan setelah sebulan masuk di kelas satu. Ketika itu ada kebijakan sekolah yang mengharuskan setiap siswa harus membayar uang sekolah sebelum tanggal sepuluh tiap bulannya. Jika lewat, yang belum bayar akan di pulangkan oleh wakil bidang kesiswaan. Jadi dengan kesepakatan para lelaki di kelas satu lapan yang masuk siang, mereka akan bayar uang sekolah setiap tanggal tiga belas. Artinya ada dua hari mereka akan di pulangkan di awal jam pelajaran, sekitar jam setengah dua siang. Lewat menejemen nakal, mereka menyusun kelender rumah siapa saja yang di kunjungi setiap bulannya.  Pas bulan itu, rumah yang di kunjungi oleh “brandal” satu lapan ini, rumah Jopi Teguh Lesmana Peranginangin.

images.jpeg
Belum satu jam menikmati film, tiba-tiba saja hidungku mencium sesuatu yang terbakar. Mata ku memutar pandangan keseluruh ruangan tamu rumah yang berdinding papan sederhana. Tak ada satu pun percikan api, kecuali asap yang mengepul dari luar jendela. Teman yang lain lagi asyik dengan kartunya sambil berteriak-teriak. Gak masuk akal, tapi begitulah efek kartu yang mereka pegang!
 Aku masih penasaran dengan asap yang mengepul dari luar rumah. Dengan santai aku mencoba melihat lewat jendela. Alangkah kagetnya, saat terlihat  sebuah tilam yang sedang di jemur di samping dalam keadaan terbakar perlahan di bagian tengah, yang sudah berlobang sepelukan orang dewasa. Dengan sedikit nakal ku dekati Syahril, yang sekarang jadi juragan ayam potong di pajak. Untuk kabur dengan pura-pura beli rokok ketengan ke kedai. Soalnya yang dari tadi hanya menonton video vhs hanya kami berdua, yang enam lagi asyik dengan kartu domino.
“ woi, kami carik rokok dulu.”
“ Kompil jangan lupa sebungkus.” Teriak Maskut
“  ok.”
Gak lama kemudian kami telah menjauhi rumah Jopi dengan mengendarai sepeda MTB, berboncengan menuju rumah ku, selanjutnya Syahril pulang sendiri dengan sepedanya menuju rumah. Dalam hati pasti besok ada yang ribut di sekolah, siapa itu? Bisa di tebakkan ?
Dugaan ku tak meleset. Sebelum apel siang masuk sekolah, Jopi datang sambil memaki-maki! Ia bilang kami semua kurang ajar. Pulang diam-diam sementara tilam tetangganya terbakar akibat puntung rokok! Kami semua terkekeh-kekeh sambil menepuk bahunya untuk minta maaf.
“ Iya, mamak ku yang mengganti rugi.” Ucapnya agak merendah, begitu bel apel berkumandang.
Kejadian itu, terjadi di medio tahun 1991, saat itu kami berada di kelas satu delapan SMAN 2 Kisaran Kabupaten Asahan. Mungkin itu juga menjadi titi balik Jopi, teman kami itu, menjadi seorang aktivis dan memulainya dari Universitas Tadulako, yang tak terbayang sebelumnya untuk di jadikan almamater selanjutnya. Ia agak berbeda dari kami kebanyakan yang memilih USU dan IKIP Medan untuk tahapan pendidikan selanjutnya.
Di tiga tahun kebelakangan, Jopi(@Redjopi , di twitter) yang telah menjadi aktivis Masyarakat Adat di Jakarta dan telah menjelajahi sudut-sudut Indonesia, masih menyempatkan diri untuk ngumpul tiap lebaran kedua di kota Kisaran. Biasanya kami begadang sampai subuh sambil ngarol ngidul.

Sayang, mulai lebaran 2015 ini kesempatan ngumpul di lebaran kedua di cafe fahri seperti tidak akan lengkap lagi. Jopi, teman kami itu telah pergi ke pangkuan Tuhan oleh sekelompok pengecut di Cafe Venue Kemang, Jakarta Selatan. Jam 04 Pagi, Sabtu 23 Mei 2015! Dua bulan sebelum lebaran, Selamat jalan kawan.......(M.Ali Hasyimi)

No comments:

Post a Comment