(KN)Tiga hari belakangan ini,
media cetak dan elektronik banyak memberitakan Judicial Review(JR) UU Pilpres oleh Pakar komunikasi Effendi
Ghozali yang telah di putus oleh Mahkamah Konsitusi(MK). Entah apa pertimbangan
MK, Pemilu serentak yang di harapkan Effendi di terima, tapi dilaksanakan pada
Pemilu tahun 2019. Keputusan ini tentu menghentak logika hukum tata negara
kita. Sampai-sampai pakar hukum di negeri ini memberi sinyal bahaya, mengenai
legitimasi presiden terpilih di 2014 nanti.
Hinggar binggar JR ini ternyata
membuka tabir lain tentang pemilu 2014. Yaitu, dana saksi partai pada pemilu
legislatif(pileg) kali ini di tanggulangi oleh pemerintah. Gak
tanggung-tanggung nilainya mendekati 700 M, jika di bagi ke partai pemilu saat
ini,setiap parpol akan menerima 54 M lebih. Di tengah bencana yang sedang
melanda Indonesia , mulai meletusnya gunung Sinabung, Gempa di Kebumen sampai
bencana tahunann seperti banjir di Jakarta, Manado dan berbagai tempat lain.
Kenyataan ini seperti menggarami luka. Jelas sedikit pun kita tidak merasakan
empati atas duka yang di derita rakyat banyak.
Akun twitter @triomacan2000
bahkan mensinyalir jika pemberian dana saksi parpol untuk pemilu ini lebih
mirip dengan uang ucapan terima kasih
atas dukungan kepada pemerintahan. Menjelang berakhirnya priode pemerintahan
SBY yang kedua. Ini tak lepas dari kinerja dewan selama ini, yang cenderung
mengamini semua keputusan yang telah di tetapkan. Sampai-sampai rakyat kerap
menerima suguhan opera sabun, dimana anggota dewan sering bertengkar atas
sebuah kebijakan yang menomor dua kan rakyat di awal. Setelah di putuskan
mereka diam seribu bahasa.
Tanggapan senada juga datang dari
H. Hendrik Siregar, tokoh muda Asahan yang peduli terhadap kesejahteraan rakyat
banyak ini mengatakan; pada saat sekarang ini, dengan kondisi APBN yang
megap-megap akibat keterpurukan ekonomi global, jelas pemberian dana saksi
untuk saksi parpol akan membebani keuangan negara.
“ Pemerintah berusaha mengurangi
subsidi listrik, BBM, gas yang di peruntukkan bagi rakyat. Agar APBN tidak
tergerus dan bisa menyebabkan kebangkrutan negara ini. Tapi di sisi lain
pemerintah menguras APBN, untuk hal yang dalam hajatan pemilu tidak berdampak
signifikan. Karena keikut sertaan rakyat dalam pemilu jauh lebih penting di bandingkan
saksi.” Jelas Caleg DPRD Asahan dari Partai Keadilan Sejahtera ini.”
“ Seharusnya pemerintah mendorong
rakyat untuk berpartisipasi mengikuti pemilu untuk mengikis gunung besar
golput. Seandainya saja dana tersebut di gunakan untuk ongkos transpor setiap
pemilih, adakah rakyat pemilih yang golput? Ini bisa mempersempit “money
politic”. Dan menjadikan rakyat lebih cerdas dalam memilih.” Ungkap Hendrik
saat di jumpai di teras depan rumahnya(29/01), di Selawan Kisaran Timur, yang
juga menjadi Dapil tempat ia bertarung memperebutkan kursi dewan.
“ Lebih berguna lagi jika dana
tersebut di manfaatkan untuk meringankan korban bencana yang melanda Indonesia,
mulai dari korban letusan gunung Sinabung, banjir bandang di Manado, banjir di
Jakarta atau korban gempa di jawa tengah. Itu jelas memiliki dampaknya nyata
buat rakyat.” Jelasnya lagi mengingatkan.
Mudah-mudahan apa yang di
sampaikan tokoh muda Asahan ini bisa menginspirasi pemerintah untuk lebih fokus
mensejahterakan rakyat dari pada menggelontorkan dana yang sifatnya sangat situasional
dan tak berdampak buat rakyat. Untuk urusan pemilu, kita harus tetap berpatokan
bahwa itu “pesta rakyat”. Jadi sudah sepantasnya yang pertama kita dorong
adalah keikut sertaan rakyat! Bukan saksi.

No comments:
Post a Comment