Beberapa waktu yang lalu, calon
wakil Gubernur Sumatera Utara(Sumut) Musa Rajeksa alias Ijek berkunjung ke Kisaran,
Asahan. Bahkan dari sumber yang terpercaya, saat itu sang tokoh sempat ngopi di Chong bie, kedai
kopi ternama di Kisaran.
Di kesempatan sebelumnya Ijek
juga sempat menghadiri pesta perkawinan di Simpang Mayang(Perdagangan), karena
persoalan waktu para Ketua( yang mengaku orang dekat Edi Ramayadi atau Ijek)
ternyata tidak bisa bersua. Kalau tak
mau di bilang gagal menunjukkan diri mereka orang dekat alias Ketua.
Sepengetahuan penulis, para ketua
ini memiliki kedekatan karena macam-macam alasan. Ada yang mengaku karena
pertalian darah, karena suku, dalam satu organisasi atau memiliki hobi yang
sama. Pendek kata orang-orang yang dianggap ketua ini punya kedekatan, walau
hanya sebuah kedekatan sejarah sekali pun.
Pertanyaannya sekarang, Kenapa
para Ketua( dengan dua tanda kutip) ini terkesan jalan tanpa acuan? Yang sangat
mengagetkan, seperti kasus kedatangan Ijek ke Kisaran. Para katua yang mengaku
relewan ERAMAS( Edi Rahmayadi- Musa Rajeksa) ada yang tidak tahu sama sekali
dengan kedatangan Ijek? Bahkan kalau mau jujur relawan yang tidak tahu
kedatangan sang tokoh ini, jauh lebih militan dalam mengkampanyekan ERAMAS
bahkan jauh masuk sampai kedalam sisi relejius.
Jelas kondisi ini bukan
sinyalemen yang baik untuk kubu ERAMAS, walau pun ada jargon di masyarakat, ERAMAS
tanpa kampanye pun pasti menang di Sumatera Utara. Perlu di ingat, dalam
politik, seperti kita mafhum apa pun bisa terjadi dalam hitungan detik. Jika kiat
sederhana, saja tidak di pahami tim kampanye ERAMAS, bisa saja
individu-individu yang sebelumnya sudah merasa terikat dengan ERAMAS berdasarkan agama, suku, organisasi dan hobi,
dengan dinamika waktu berubah menyederhanakan persoalan menjadi hanya persolan
politik. Bila ini terjadi ERAMAS akan tergurus posisinya di benak
individu-individu yang dahulunya mendukung, menjadi orang netral yang tak
berpihak. Mereka jadi orang-orang yang “menunggu” keuntungan sesaat dalam
politik. Andai sikap ini muncul, jargon ERAMAS akan menang tanpa kampanye
terpaksa lebih awal kita kasih tanda silang.
MESIN POLITIK TIDAK JALAN
Menelisik latar belakang Edi
Ramayadi dan Ijek, militer - penghobi otomotif( di luar usahawan), terlihat
jelas sebenarnya kedua tokoh ini tidak punya pengalaman politik yang mumpuni. Ini
titik lemah yang secara alamiah semestinya di rawat dengan baik. Memang untuk
elektabilitas, yang jauh dari bau politik saat ini menjadi daya tarik utama
bagi calon pemilih. Untuk militer, terkesan lebih harum akibat efek berantai
pengelolaan pemerintah daerah oleh sipil yang kurang merakyat serta kurang
mensejahterakan akibat kasus korupsi, khususnya untuk Sumut. Jadi tokoh militer
seperti memberi harapan.
Dengan pengalaman politik yang
minim, seharusna partai pendukung ERAMAS lebih pro aktif untuk memberikan
edukasi program-program secara simultan kepada warga Sumut dengan pendekatan
yang jauh dari kesan kampanye formal yang gariskan Komisi Pemilihan Umum(KPU).
Sehingga warga yang sebelumnya secara
alamiah sudah menetapkan diri dalam hati untuk ERAMAS semakin kuat keyakinannya
pada hari H nanti untuk memimilih. Bukan sebaliknya malah semakin terkikis,
karena alasan-alasan sepele kata orang Asahan. Misalnya kesan di ceukin ,
realitas kedatangan Ijek yang singgah di kantor pemenangan Muslim Simbolon di
jalan Willem Iskandar lalu berkunjung ke Pasar. Tidak banyak di ketahui
orang-orang yang sering di panggil Ketua dan merasa di abaikan (akibat koordinasi
yang tak jelas), berpotensi mengerosi ketetapan hati yang ada sebelumnya. Jika
sebelumnya seratus persen kini tinggal tujuh puluh lima persen.
Oleh sebab itu Tim kampanye ERAMAS
harus lebih jeli mempetakan keberadaan tim relawan non partisan yang berada di
daerah-daerah, lalu kemudian membuat simpul koordinasi dengan lebih
komunikatif. Tidak seperti sekarang ini, Ijek yang nota bene adalah penggemar
otomotif lebih mengutamakan jalur otomotif sebagai saluran komunikasi utama,
lalu saluran lain seperti terisolasi alamat lah gesekan-gesekan kecil akan
mengurangi daya lekat yang selama ini sudah ada. Sederhananya ROADMAP tim
pemenangan, jauh-jauh hari sudah di ketahui oleh relawan non partisan di luar
jalur otomotif!
Jadi Tim ERAMAS perlu penekanan
yang jelas tentang koordinasi antara Tim Formal yang di motori Partai serta Tim
Relawan yang non partisan. Jika ini gagal di kelola maka kalimat bijak yang di
tulis Tereliye siap-siap akan menimpa pemilih awal yang telah meneken dalam
hati untuk memilih ERAMAS menjadi pemilih netral dan menelan kalimat, “ jika
kamu terlalu idealis, siap-siaplah dikhianati kenyataan.” Dan kubu tim lawan sudah mulai menghembuskan
Pilkada Sumut mendatang murni politik, bukan yang lain-lain.
Para ketua yang merasa di
tinggalkan padahal mereka ikut deklarasi ke Medan dengan sukarela, tapi saat
berkunjung ke Asahan tidak dapat informasi, cukuplah hanya terjadi di Kisaran,
untuk daerah lain mohon jangan di ulang. Sebab para ketua inilah yang
sebenarnya memiliki basis militan yang menepikan persoalan uang atau keuntungan
pribadi. Mereka sebelumnya sudah terkontaminasi ERAMAS karena berbagai alasan,
karena merasa di cuekin mereka menjadi netral, itu jadi satu kerugian yang bisa
menjungkalkan semua prediksi. Pemilih yang sudah netral, jadi massa mengambang
tergantung arus mana yang kuat menghanyutkan. Sedangkan pemilih idealis, karena
agama, suku, organisasi dan hobi sebenarnya basis ERAMAS yang harus dijaga.( M.
Ali Hasyimi)
No comments:
Post a Comment