Tuesday, March 13, 2018

ERAMAS DAN PARA KETUA-KETUA YANG MERASA DI CUEKIN

Beberapa waktu yang lalu, calon wakil Gubernur Sumatera Utara(Sumut) Musa Rajeksa alias Ijek berkunjung ke Kisaran, Asahan. Bahkan dari sumber yang terpercaya, saat itu  sang tokoh sempat ngopi di Chong bie, kedai kopi ternama di Kisaran.
Di kesempatan sebelumnya Ijek juga sempat menghadiri pesta perkawinan di Simpang Mayang(Perdagangan), karena persoalan waktu para Ketua( yang mengaku orang dekat Edi Ramayadi atau Ijek) ternyata tidak bisa bersua. Kalau  tak mau di bilang gagal menunjukkan diri mereka orang dekat alias Ketua.
Sepengetahuan penulis, para ketua ini memiliki kedekatan karena macam-macam alasan. Ada yang mengaku karena pertalian darah, karena suku, dalam satu organisasi atau memiliki hobi yang sama. Pendek kata orang-orang yang dianggap ketua ini punya kedekatan, walau hanya sebuah kedekatan sejarah sekali pun.
Pertanyaannya sekarang, Kenapa para Ketua( dengan dua tanda kutip) ini terkesan jalan tanpa acuan? Yang sangat mengagetkan, seperti kasus kedatangan Ijek ke Kisaran. Para katua yang mengaku relewan ERAMAS( Edi Rahmayadi- Musa Rajeksa) ada yang tidak tahu sama sekali dengan kedatangan Ijek? Bahkan kalau mau jujur relawan yang tidak tahu kedatangan sang tokoh ini, jauh lebih militan dalam mengkampanyekan ERAMAS bahkan jauh masuk sampai kedalam sisi relejius.
Jelas kondisi ini bukan sinyalemen yang baik untuk kubu ERAMAS, walau pun ada jargon di masyarakat, ERAMAS tanpa kampanye pun pasti menang di Sumatera Utara. Perlu di ingat, dalam politik, seperti kita mafhum apa pun bisa terjadi dalam hitungan detik. Jika kiat sederhana, saja tidak di pahami tim kampanye ERAMAS, bisa saja individu-individu yang sebelumnya sudah merasa terikat dengan ERAMAS  berdasarkan agama, suku, organisasi dan hobi, dengan dinamika waktu berubah menyederhanakan persoalan menjadi hanya persolan politik. Bila ini terjadi ERAMAS akan tergurus posisinya di benak individu-individu yang dahulunya mendukung, menjadi orang netral yang tak berpihak. Mereka jadi orang-orang yang “menunggu” keuntungan sesaat dalam politik. Andai sikap ini muncul, jargon ERAMAS akan menang tanpa kampanye terpaksa lebih awal kita kasih tanda silang.

MESIN POLITIK TIDAK JALAN
Menelisik latar belakang Edi Ramayadi dan Ijek, militer - penghobi otomotif( di luar usahawan), terlihat jelas sebenarnya kedua tokoh ini tidak punya pengalaman politik yang mumpuni. Ini titik lemah yang secara alamiah semestinya di rawat dengan baik. Memang untuk elektabilitas, yang jauh dari bau politik saat ini menjadi daya tarik utama bagi calon pemilih. Untuk militer, terkesan lebih harum akibat efek berantai pengelolaan pemerintah daerah oleh sipil yang kurang merakyat serta kurang mensejahterakan akibat kasus korupsi, khususnya untuk Sumut. Jadi tokoh militer seperti memberi harapan.
Dengan pengalaman politik yang minim, seharusna partai pendukung ERAMAS lebih pro aktif untuk memberikan edukasi program-program secara simultan kepada warga Sumut dengan pendekatan yang jauh dari kesan kampanye formal yang gariskan Komisi Pemilihan Umum(KPU). Sehingga warga  yang sebelumnya secara alamiah sudah menetapkan diri dalam hati untuk ERAMAS semakin kuat keyakinannya pada hari H nanti untuk memimilih. Bukan sebaliknya malah semakin terkikis, karena alasan-alasan sepele kata orang Asahan. Misalnya kesan di ceukin , realitas kedatangan Ijek yang singgah di kantor pemenangan Muslim Simbolon di jalan Willem Iskandar lalu berkunjung ke Pasar. Tidak banyak di ketahui orang-orang yang sering di panggil Ketua dan merasa di abaikan (akibat koordinasi yang tak jelas), berpotensi mengerosi ketetapan hati yang ada sebelumnya. Jika sebelumnya seratus persen kini tinggal tujuh puluh lima persen.
Oleh sebab itu Tim kampanye ERAMAS harus lebih jeli mempetakan keberadaan tim relawan non partisan yang berada di daerah-daerah, lalu kemudian membuat simpul koordinasi dengan lebih komunikatif. Tidak seperti sekarang ini, Ijek yang nota bene adalah penggemar otomotif lebih mengutamakan jalur otomotif sebagai saluran komunikasi utama, lalu saluran lain seperti terisolasi alamat lah gesekan-gesekan kecil akan mengurangi daya lekat yang selama ini sudah ada. Sederhananya ROADMAP tim pemenangan, jauh-jauh hari sudah di ketahui oleh relawan non partisan di luar jalur otomotif!
Jadi Tim ERAMAS perlu penekanan yang jelas tentang koordinasi antara Tim Formal yang di motori Partai serta Tim Relawan yang non partisan. Jika ini gagal di kelola maka kalimat bijak yang di tulis Tereliye siap-siap akan menimpa pemilih awal yang telah meneken dalam hati untuk memilih ERAMAS menjadi pemilih netral dan menelan kalimat, “ jika kamu terlalu idealis, siap-siaplah dikhianati kenyataan.”  Dan kubu tim lawan sudah mulai menghembuskan Pilkada Sumut mendatang murni politik, bukan yang lain-lain.

Para ketua yang merasa di tinggalkan padahal mereka ikut deklarasi ke Medan dengan sukarela, tapi saat berkunjung ke Asahan tidak dapat informasi, cukuplah hanya terjadi di Kisaran, untuk daerah lain mohon jangan di ulang. Sebab para ketua inilah yang sebenarnya memiliki basis militan yang menepikan persoalan uang atau keuntungan pribadi. Mereka sebelumnya sudah terkontaminasi ERAMAS karena berbagai alasan, karena merasa di cuekin mereka menjadi netral, itu jadi satu kerugian yang bisa menjungkalkan semua prediksi. Pemilih yang sudah netral, jadi massa mengambang tergantung arus mana yang kuat menghanyutkan. Sedangkan pemilih idealis, karena agama, suku, organisasi dan hobi sebenarnya basis ERAMAS yang harus dijaga.( M. Ali Hasyimi)

No comments:

Post a Comment