Thursday, March 22, 2018

INDONESIA BUBAR 2019?

Seminggu terakhir media massa lokal baik berbasis kertas dan elektroknik ramai memberitakan tentang pernyataan Amien Rais terkait bagi-bagi sertifikat tanah(PRONA) yang di lakukan Badan Pertanahan Nasional(BPN) di masa pemerintahan Jokowi saat ini. Serta pernyataan Prabowo terkait Indonesia bubar di tahun 2030.
Melihat dari plintiran media, omongan Amien Rais tentang bagi-bagi sertifikat di kaitkan dengan “ngibulnya” Jokowi pada rakyat. Alasan ngibul ini berdasarkan urutan-urutan kegiatan yang di butuhkan untuk mensyahkan kepemilikan tanah memerlukan waktu yang lama, mulai dari sejarah sampai keluar akta pengesahan dan BPN, di khawatirkan tidak cukup ruang untuk Jokowi menuntaskan persoalan itu. Jadi proyek sertifikasi tanah, menurut Mantan Ketua MPR tersebut sebuah kebohongan alias “ngibul”.

Amien kemudian menyoroti persoalan kepemilikan tanah yang banyak di miliki oleh pemodal-pemodal asing yang seharusnya menjadi hal urgen untuk di atasi. Karena hal tersebut menyangkut kedaulatan kita sebagai bangsa dan negara.
Komentar Mas Amien Rais bila di lihat dari sisi ekonomi jelas, sebuah kekeliruan pemikiran. Orang sekaliber  Amin seperti lupa bahwa perekonomian kita saat ini dominan di topang oleh sektor pajak. Ketika minyak bumi sudah tidak bisa di andalkan, maka mau tau mau kita mencari solusi internal untuk pembiayaan negara. Sedangkan sektor-sektor lain belum bisa di andalkan sebagai bentuk peninggalan pemerintah sebelumnya-sebelumnya. Masih ingat kasus Busang? Di situ peran Amien Rais cukup menonjol atas terbongkarnya investasi bodong di sektor penambangan emas. Itu riil ekonomi.
Di jaman kekinian, perhatian Amien atas persoalan ekonomi sepertinya mulai memudar. Indikasi peningkatan sumber pendapatan pajak, bisa di lihat dari banyak pemilik tanah mendaftarkan kepemilikannya kepada negara. Sampai-sampai banyak di kalangan masyarakat yang tidak sepenuhnya mau mengikuti PRONA tersebut dengan maksud menghindari pengeluaran atas tanah yang di milikinya mengalahkan ringanya biaya untuk mendapatkan akta tanah( gratis?). Jadi anggapan pemerintah  gagal melakukan sertifikasi tanah juga di dukung oleh cara berpikir masyarakat yang belum sadar pajak.
Untuk kedaulatan Negara, dengan adanya sertifikasi kepemilikan tanah. Diharapkan pemerintah lebih mudah mendapatkan data kepemilikan tanah oleh orang asing agar lebih mudah memantau dan mengontrolnya. Lalu di mana ruginya program ‘ngibul” Jokowi ini?
Menurut Budiman Sujatdmiko, politikus PDI-P. Kritik Amien Rais tentang sertifikasi tanah yang di plintir media jadi “ngibul Jokowi” merupakan kritik yang tidak berdasarkan logika. Jadi menurutnya kritik ini tidak usah di tanggapi serius. Ia mengatakan komentar para penggiat media sosial atas pernyataan Amien ini di tanggapi dengan hahahahihihi....., bahkan salah seorang pentinggi PAN di salah satu stasiun TV swasta mengatakan kritik Amien bukan terkait politik. Jadi benar gak perlu di tanggapi serius? Tapi reaksi masyarakat bermunculan dengan bermacam tanda tanya yang meresahkan. Kritik Amien sebenarnya sukses membuat masyarakat gelisah, resah dan berpotensi melunturkan logika!

Lain lagi dengan komentar Prabowo yang mengatakan Indonesia bubar di tahun 2030. Pernyataan yang di keluarkan Prabowo ini seolah-olah melegetimasi bahwa hanya Prabowo yang bisa mencegah hal itu terjadi. Tokoh yang namanya Prabowo ini beranggapan ia identik dengan orang kuat, punya kecakapan militer, memiliki dukungan finasial yang mumpuni dan punya kebijaksanaan sekelas Gajah Mada, maka tak heran banyak pendukungnya menyamakan beliau dengan Soekarno( tambah kecil di belakangnya). Sekali lagi apakah ini sesuai dengan logika? Tentu tidak! Ini hanya sebuah prediksi. Bahkan setelah di desak mengenai alasan pernyataan ini di keluarkan, ia mengakui kalau pernyataan tersebut di peroleh dari sebuah cerita fiksi. Lalu apa yang kita peroleh? Tak lebih sama dengan peryataan Amien, menimbulkan keresahan, kegundahan dan berpotensi menggerus logika.
Bercermin dari kritik dan pernyataan kedua tokoh Nasional tersebut, yang di sinyalir para pendukungnya tidak terkait politik. Tapi cukup meresahkan secara nasional, karena terus di eksploitasi di media sosial dan elektronik sehingga terjadi penguatan-penguatan. Prediksi Indonesia bubar di tahun 2030 sepertinya akan berakselarasi lebih cepat. Jika indikasi-indikasi komentar Tokoh-tokoh Nasional terus bermuara pada samudera keresahan di masyarakat, bukan tanpa alasan jika Indonesia berpotensi bubar di tahun 2019. Dan itu terjadi karena ambisi politik pribadi atau golongan yang berada diatas kelangsungan Negara ini dan  arena pertarungannya di PilPres mendatang, secara logika.
Ambisi-ambisi ini baik pribadi atau golongan(vested interst group) yang ingin mendapatkan kekuasaan dengan kritik dan komentar yang menimbulkan keresahan dimasyarakat. Lalu dengan keresahan yang timbul di harapkan mengikis logika kita , yang selanjutnya menimbulkan perasaan yang sama dan kemudian memilih mereka. Sama sekali tidak menunjukkan mereka negarawan yang hebat. Atau setidak-tidaknya kita bisa mengatakan tokoh yang seperti itu, ingin membangun kekekuasaannya atas landasan perasaan?    

Itu tidak akan terwujud jika kita, masyarakat awam sebahagian besar tidak terhanyut dan terbawa arus pemikiran tanpa logika ini. Biarlah pemikiran-pemikiran seperti ini terkristal di benak mereka namun jangan di benak kita. Aku ingin hidup seribu tahun lagi! Teriak Chairil Anwar dalam puisinya. Begitu juga negara ini!

No comments:

Post a Comment